Anak Malaf
November 2006
Umbu Rey
Hari ini saya bertanya kepada rekan-rekan sekantor yang duduk di sekitar meja kerja saya. Apa arti kata "malaf". Semuanya menggeleng tak mengerti. Yang mereka tahu adalah kata "mualaf" lantaran sering nyangkut di kuping.
"Malaf" itu sesungguhnya bukanlah "mualaf", karena kedua kata itu berbeda artinya meski (mungkin) datang atau terserap dari bahasa yang sama (Arab). Tetapi ketika menjadi bahasa Indonesia nasib kedua kata itu ibarat langit dan bumi meskipun sama-sama kata benda. "Mualaf" kini makin populer sebab ramai diucapkan orang hampir saban hari, tetapi "malaf" mungkin sudah mati.
Para artis dan seniman semisal Tamara Bleszynki atau penyair terkenal WS Rendra menjadi lebih tenar atau mungkin mentenarkan dirinya dengan kata "mualaf" ketika mereka beralih kepercayaan dan memeluk agama Islam. Maka seiring dengan itu, kata "mualaf" pun ikut menjadi semakin tenar juga.
"Malaf" sebaliknya bernasib malang. Kata itu tak pernah lagi diucapkan orang sejak entah kapan persisnya. Lenyap, tak ada yang mengetahui di mana rimbanya, dan sampai saat ini tak terdengar lagi diucapkan orang. Mungkin sekali karena "malaf" bukan istilah yang manandai tingkah laku atau perbuatan orang seperti halnya "mualaf".
Kata "malaf" itu sudah saya dengar sejak masuk Sekolah Dasar pada awal tahun 1960-an meski digunakan hanya di lingkungan terbatas (gereja). Karena rindu pada "malaf' saya membolak-balik hampir semua kamus zaman modern, tetapi tak tak satu pun mencatat kata itu.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) hanya menyebut "mualaf" dan diberi arti (n) "orang yang baru masuk Islam". Tetapi, tidak ada kata "malaf" di situ. Untunglah, sebuah kamus Inggris-Indonesia masih rela mencatat kata "malaf".
Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia terbitan PT Gramedia Jakarta, karangan John M. Echols dan Hassan Shadily, kata "mualaf" terselip di halaman 372 pada baris lema "manger". Sayangnya, dalam kamus yang sejenis pada edisi Indonesia-Inggris kata "malaf' justru tercetak dalam arti yang keliru. Di situ tertera kata "malaf" yang diberi arti dalam bahasa Inggris "manager". Maka semakin kacaulah nasibnya kata "malaf" itu.
"Malaf" sebenarnya telah masuk dalam khazanah bahasa Indonesia lebih dahulu dari "mualaf", jauh sebelum Republik Indonesia ini terbentuk. Dia terserap ke dalam bahasa Indonesia ketika seniman gereja Kristen Protestan menyadur sebuah lagu Natal yang aslinya berbahasa Jerman berjudul "Stille Nacht, Heilige Nacht." Lagu yang diciptakan oleh Joseph Mohr pada tahun 1818 itu dalam bahasa Melayu diberi judul "Malam Kudus, Sunyi Senyap". Lagu itu sejatinya dimulai dengan kata "malam" dan diakhiri dengan kata "malaf", seperti berikut:
Malam kudus, sunyi senyap
Siapa yang blum lelap
Ayah bunda yang tinggallah trus
Jaga anak yang mahakudus
Anak dalam malaf
Anak di dalam malaf
Mungkin karena orang tidak lagi mengerti artinya, kata "malaf" itu sering terpeleset menjadi "malam". Padahal, kata "malam" yang dimaksudkan dalam awal lagu itu berbeda artinya dari "malaf" pada akhir lagu. Maka, bait terakhir "anak dalam malaf" berubah menjadi "anak di dalam malam". Yesus memang benar dilahirkan pada malam hari, tetap Dia tidak pernah disebut anak dalam malam. Orang Kristen menyebut Dia Anak Terang.
Nasibnya "malaf" semakin malang lantaran tidak lagi diucapkan bahkan tidak pula diingat orang sampai kini.
Pada setiap bulan Desember, di toko-toko kaset dan di rumah-rumah orang Kristen lagu Malam Kudus itu mulai terdengar atau diperdengarkan untuk menyambut Natal, hari kelahiran Yesus Kristus. Tetapi lagu itu sekarang sudah dinyanyikan dalam lirik yang berbeda-beda, tidak lagi seperti terjemahannya yang asli. Karena itu, anak-anak muda sekarang dan mungkin sampai seterusnya tidak lagi mengetahui arti kata "malaf".
"Malaf" itu sekarang telah lenyap ditelan zaman, dan bahasa Indonesia telah kehilangan sebuah kata. Dalam bahasa Indonesia masa kini, kata "malaf" telah diganti dengan kata berpadanan dengan itu yakni PALUNGAN, yakni bak yang terbuat dari kayu, tempat makanan dan minuman ternak domba, kerbau sapi, kuda dsb.
Alkitab berkata, "Seorang anak laki-laki telah lahir di sebuah kandang di kota Betlehem, Tanah Yudea. Ibunya membungkus bayi itu dengan kain lampin dan membaringkanNya di dalam palungan."
Ayat ini tidak lagi menggunakan kalimat "...dan membaringkanNya di dalam "malaf".