Siapakah Orang Majus, dan Mengapa Mereka Menyembah Yesus?

Siapakah Orang Majus, dan Mengapa Mereka Menyembah Yesus? (Matius 2)

Rencana Allah Menang

Orang yang skeptis meragukan bahwa sebuah bintang dengan asal supernatural dapat membawa seseorang kepada Yesus. Mereka menolak cerita itu sebagai legenda, menyatakan kemiripan dengan mitos pagan yang menceritakan tentang bintang-bintang yang memandu para pahlawan kepada tujuan mereka.[1] Dalam literatur kuno, fenomena astrologi juga menyertai kelahiran atau kematian raja-raja terkenal, termasuk Julius Caesar (kematian) dan Augustus Caesar (kelahiran).[2] Oleh karena itu, orang yang skeptis berpandangan bahwa Matius mengarang episode ini atau mungkin mengadaptasi sebuah legenda. Jika sumber yang diterima Matius menyesatkan dirinya, dia tertipu. Jika Matius mengarang episode ini, dia adalah seorang penipu. Namun, mengapa Matius mengarang cerita tentang penyembahan astrolog bagi audiens yang didominasi orang Yahudi? Seperti halnya perjudian pada hari ini, astrologi adalah sebuah kejahatan, suatu praktik yang dikecam oleh para nabi dan ahli etika. Akan tetapi, jika Allah memilih untuk memanggil orang bukan Yahudi dengan cara yang sejalan dengan preferensi mereka, maka Matius dapat menggunakan fakta itu, karena hal itu cocok dengan tema Injil yang ditulisnya.

Majus, atau "orang bijak", adalah penasihat kerajaan. Dalam skenario terbaik, mereka terpelajar dan bijaksana. Dalam skenario terburuk, mereka adalah penipu, penjilat, dan orang biadab (lih. Dan. 2:1-10; Kis. 8:9-24).[3] Apa pun karakternya, garis antara astrologi dan astronomi tipis, jika hanya karena melihat bintang itu terhormat. Kitab Suci melarang dan mengecam astrologi (Yer. 8:2; 19:13; Yes. 47:13-15), tetapi Allah membalikkan ekspektasi dan berbicara kepada para pengamat bintang dalam bahasa yang mereka pahami, dan dengan demikian memanggil orang bukan Yahudi kepada Yesus. Gambaran Kristen populer tentang orang majus berbenturan dengan catatan Matius. Orang majus adalah penasihat, bukan raja, dan meskipun mereka membawa tiga hadiah, jumlah mereka (tidak disebutkan) cukup besar untuk menimbulkan kehebohan di Yerusalem (Mat. 2:3). Berlawanan dengan adegan kelahiran Yesus, mereka menemukan Yesus di sebuah rumah, bukan palungan (ay.11).

Kelahiran Raja

Matius menekankan misi Allah kepada orang bukan Yahudi (1:5 -- 6; 4:15; 8:10 -- 12; 15:21 -- 27; 28:18 -- 20) dimulai dengan orang-orang yang melakukan perjalanan jauh ini, mereka yang berhadapan dengan risiko dan biaya besar untuk memberi penghormatan kepada "raja orang Yahudi yang lahir" (2:2). Mereka berharap menemukan calon raja di sebuah istana. Namun, Herodes tidak memiliki anak laki-laki, jadi dia menganggap pengumuman raja baru sebagai ancaman dan dengan demikian menjadi "gelisah" (ayat 3). Catatan ini sangat cocok dengan karakter Herodes. Sebagai seorang penguasa, Herodes berbakat dan kuat, tetapi juga cukup kejam dan paranoid untuk membunuh beberapa anak-anak laki-laki serta istri kesayangannya. Keinginannya untuk membunuh Yesus sejalan dengan polanya untuk melenyapkan semua ancaman. Jika Herodes, yang kejam dan bengis, "gelisah", tidak mengherankan jika Yerusalem juga demikian, meskipun orang mungkin menganggap ada lebih banyak populasi yang menantikan Mesiasnya.

Gambar:gambar

Herodes berkonsultasi dengan kelompok-kelompok ahli yang bersaing dan bertanya dengan saksama ketika dia bertanya "di mana Kristus akan dilahirkan" (ayat 4). "Bertanya" dalam imperfect tense bahasa Yunani, menyiratkan bahwa Herodes menanyai mereka berulang kali.[4] Mengingat bahwa "ahli Taurat" adalah guru konservatif dan (biasanya) orang Farisi, sedangkan "imam kepala" yang berada di puncak hierarki Bait Suci adalah orang Saduki yang bekerja sama dengan penguasa Romawi, kita melihat bahwa Herodes memilih untuk berkonsultasi dengan kelompok antagonis tentang kelahiran Mesias. Ketika mereka sepakat, Herodes tahu dia bisa mempercayai jawaban mereka. Mengutip Mikha 5:2, mereka menjawab, "Di Betlehem di Yudea." Mereka juga menambahkan kalimat penting, "Darimu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel," serta formula kutipan yang sempurna, "karena beginilah yang ditulis oleh nabi." "Ada tertulis" menandakan bahwa ini adalah firman Allah yang tetap. "Oleh nabi" mengakui nabi sebagai agen Allah. Jadi, mereka tahu jawabannya dan melihat tidak lebih dari 5 mil (8 km) perjalanan, tetapi , saat membaca Matius, kita melihat bahwa tidak ada dari mereka yang pergi melakukan perjalanan itu untuk menemui Yesus.

Begitu Herodes tahu di mana anak itu berada, dia merencanakan pembunuhannya. Dia menanyai orang bijak, mendapatkan kepercayaan mereka, dan berpura-pura ingin bergabung dengan mereka dalam penyembahan setelah mereka mengidentifikasi dan menemukan anak itu. Orang majus mempercayainya, tetapi rencana Allah menggantikan rencana Herodes.

Lebih Dari Rasa Hormat

Siapa pun dapat memahami ketakutan Herodes. Keyakinan pada tanda-tanda astrologi tersebar luas, jadi dia bereaksi terhadap orang majus. Selain itu, Herodes adalah seorang Edom, bukan seorang Yahudi sejati, dan karena dia adalah seorang tiran dan perampas kekuasaan (setelah merebut kerajaan dengan paksaan dan intrik), dia tahu bahwa dia hanya memiliki sedikit teman. Akan tetapi, seperti banyak ketakutan lainnya, ketakutannya juga tidak rasional. Jika Yesus memang penguasa Israel yang ditetapkan Allah, mengapa dia bermimpi bahwa dia bisa membunuh-Nya? Dan jika orang bijak itu salah, mengapa dia mencoba membunuh anak yang tidak berbahaya? Herodes itu licik, tetapi dosanya membuatnya bodoh.[5]

Sementara itu, ketika orang-orang Yahudi tidak pergi mencari Yesus, orang-orang bukan Yahudi pergi ke Betlehem, dan bintang itu akhirnya "berhenti di atas tempat Anak itu berada" (Mat. 2:9). Mereka menemukan rumahnya, "melihat anak itu bersama Maria ibunya, dan ... sujud dan menyembah Dia" (ayat 11). Kita mengamati bahwa orang majus menyembah "Dia", bukan "mereka" -- yaitu, bukan Yesus dan keluarga suci atau Yesus dan Maria. Maria bukanlah, seperti yang dikatakan beberapa orang, anggota dari "bait Kristen". Namun, apakah orang majus sepenuhnya memahami identitas Yesus? Apakah mereka sujud dalam penyembahan di hadapan Dia yang mereka tahu sebagai Allah yang berinkarnasi?

Tidak diragukan lagi bahwa Yesus menerima penyembahan dalam arti sepenuhnya sebelum kebangkitan-Nya.[6] Kita tidak boleh langsung mengambil kesimpulan ketika membaca bahwa seseorang memanggil Yesus sebagai "Tuhan" atau sujud, membungkuk, bahkan menyembah-Nya. "Menyembah" dalam ayat 11, dan di tempat lain, diterjemahkan dari kata proskyneō yang memiliki definisi sebagai berikut: "Mengekspresikan kepercayaan penuh dari seseorang, dalam sikap atau gestur, untuk tunduk pada figur otoritas tertentu, (sujud dan) menyembah, memberikan hormat, membungkuk, memuja, menyambut dengan hormat". Dengan demikian, membungkuk kepada seseorang pada zaman Alkitab dapat menandakan rasa hormat, pemujaan, atau penyembahan terhadap orang lain, tergantung pada konteksnya.

Kitab-kitab Injil menunjukkan bahwa orang-orang memberi kepada Yesus suatu sikap yang melampaui rasa hormat. Orang miskin dan kerasukan setan sering kali bersujud (proskyneō atau piptō) di hadapan Yesus, dan Dia tidak pernah menyuruh mereka untuk bangun (Mat. 8:2; 9:18; Markus 5:33). Namun, kita tidak bisa menyebut setiap contoh tersebut sebagai suatu tindakan penyembahan. Setan sujud di hadapan Yesus (Markus 3:11; 5:6), tetapi mereka tidak menyembah Dia. Begitu juga dengan penguasa muda yang kaya (Markus 10:17) atau tentara yang mengejek (Markus 15:19). Kita tidak dapat memastikan apakah wanita Siro-Fenisia yang tersungkur di kaki Yesus sungguh-sungguh menyembah-Nya, atau tidak lebih dari sekadat memohon kepada-Nya (Mat. 15:25). Namun, berlutut atau tersungkur jelas merupakan tindakan penyembahan dalam Wahyu (1:17; 5:8, 14; 19:10; 22:8). Dalam Matius, tersungkur adalah tindakan penyembahan pada saat transfigurasi Yesus (17:6), setelah kebangkitan-Nya (28:9; lih. Luk. 24:52), dan mungkin hal itu pula yang dilakukan oleh para orang majus (Mat. 2:11).

Tetapi jika Allah memilih untuk memanggil orang bukan Yahudi dengan cara yang sejalan dengan preferensi mereka, maka Matius dapat menggunakan fakta itu, karena itu cocok dengan temanya.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Ketika seseorang bersujud di hadapan Yesus, kita mungkin belum dapat memastikan tindakan itu sebagai suatu penyembahan, tetapi pasti beberapa dari mereka melakukannya dalam suatu semangat yang mirip dengan semangat penyembahan. Peristiwa tentang sepuluh penderita kusta dalam Lukas 17:11-19 mengilustrasikan kebenaran ini. Hanya satu dari sepuluh orang itu, yakni seorang Samaria, yang kembali untuk berterima kasih kepada Yesus. Alkitab mencatat bahwa dia "kembali dan memuji Allah dengan suara nyaring, lalu bersujud di depan kaki Yesus dan berterima kasih kepada-Nya." Alih-alih menyuruh pria itu untuk bangun, Yesus bertanya, "Di manakah sembilan orang yang lain?" Orang Samaria itu pun bersujud di hadapan Kristus, mengambil posisi dan menggunakan istilah seorang penyembah. Sesaat kemudian Yesus berkata, "Bangun dan pergilah, imanmu telah menyelamatkanmu" (Lukas 17:15-19, AYT). Dalam PB, baik manusia maupun malaikat tidak tahan melihat sesama makhluk ciptaan membungkuk kepada mereka sebagai penghormatan (Kis. 14:8-15; Why. 22:8-9). Akan tetapi Yesus mengizinkan orang Samaria itu, dan orang lain pada kesempatan yang lain, tetap bersujud di kaki-Nya saat mereka memuji Allah. Jadi, secara implisit Yesus mengklaim keilahian-Nya, dan mereka, secara implisit menyembah-Nya, atau melakukan suatu tindakan yang mirip dengan tindakan tersebut. Artinya, dalam PB tidak ada seorang pun yang dengan benar-benar sujud (piptō) atau membungkuk (proskyneō) kepada siapa pun selain kepada Yesus.[7] Jika orang majus tidak cukup tahu untuk menyembah dalam arti sepenuhnya, mereka setidaknya menunjukkan gestur tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh pernyataan penghormatan mereka (Mat. 2:2, 11).

Dalam semangat itu, orang-orang bijak ini dengan gembira mempersembahkan hadiah yang begitu banyak: emas, kemenyan, dan mur.[8] Terlalu berlebihan untuk berpikir bahwa mereka memasukkan makna simbolis kepada setiap hadiah (seperti mur untuk penguburan Yesus kelak). Sebaliknya, pemberian hadiah semacam itu sangat penting dalam budaya mereka, terutama saat mendatangi seorang pemimpin. Kemenyan, emas, dan mur adalah benda-benda yang mahal, jenis barang berharga semacam ini biasa ditemukan dalam sebuah istana kerajaan dan biasa dipersembahkan pula ke istana lain. (Di kemudian hari, Yusuf dan Maria mungkin menjualnya untuk membiayai perjalanan mereka ke Mesir.) Jika ada simbolisme dalam pemberian itu, kita dapat menemukannya pada kutipan dari Mazmur 72 dan nubuatannya bahwa bangsa-bangsa akan datang kepada seorang raja yang lebih besar daripada Salomo dengan membawa hadiah, bersujud di hadapan-Nya, dan "semua bangsa melayaninya" (Mzm. 72:10-11).[9]

Norma budaya saat itu mengharapkan hadiah timbal balik. Meski saat itu orang majus (sebagai lambang dari bangsa-bangsa di luar Israel) pulang dengan tangan hampa, mereka kelak akan menerima pemberian yang jauh lebih besar melalui karya Yesus. Saat mereka pergi, Allah memperingatkan mereka melalui mimpi "jangan kembali ke Herodes, [dan] mereka kembali ke negerinya melalui jalan lain" (Mat. 2:12). Begitu Herodes menyadari bahwa dia sudah ditipu, dia berusaha membunuh Yesus dengan cara lain (ay.16).

(t/Jing-jing)

Catatan:

[1] Craig S. Keener, A Commentary on the Gospel of Matthew (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1999), 99.

[2] Suetonius, The Deified Julius 88; The Deified Augustus 94.

[3] Raymond E. Brown, The Birth of the Messiah: A Commentary on the Infancy Narratives in the Gospels of Matthew and Luke (Garden City, NY: Doubleday, 1977), 167 -- 178, 197 -- 200.

[4] Nigel Turner, Grammatical Insights into the New Testament (Edinburgh: T&T Clark, 1965), 27.

[5] Herodes memerintahkan ratusan pemimpin Yahudi untuk dibunuh ketika dia meninggal agar ada duka atas kematiannya. Perintah itu diabaikan, tetapi kekejamannya memperparah reputasinya yang buruk.

[6] RT France, "The Worship of Jesus: A Neglected Factor in Christological Debate?", dalam Christ the Lord: Studies in Christology Presented to Donald Guthrie, ed. Harold H. Rowdon (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1982), 26.

[7] Kecuali seseorang mempertimbangkan perumpamaan tentang hamba yang tidak mau mengampuni, di mana dua hamba sujud dalam penghormatan (Mat. 18:26, 29).

[8] Sukacita adalah tanggapan yang tepat terhadap raja dan kerajaannya; lih. Matius 5:12; 13:44; 28:8.

[9] lih. Yesaya 60:1-5, di mana bangsa-bangsa mengalir menuju terang Israel. Pengharapan akan kemuliaan, yang ditunjukkan PB, dipusatkan dan digenapi di dalam Yesus.

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Crossway
Alamat situs : https://crossway.org/articles/who-were-the-magi-and-why-did-they-worship-jesus-matthew-2
Judul asli artikel : Who Were the Magi, and Why Did They Worship Jesus? (Matthew 2)
Penulis artikel : Dan Doriani